Skip to main content

Mengawal Revisi Undang-Undang Perfilman

detiknews - Jakarta - Pada pertengahan Juni 2015 beberapa insan perfilman Indonesia berkumpul di Gedung Nusantara 1 DPR, Senayan, Jakarta. Mereka diundang oleh Komisi X guna membahas persoalan anti-pembajakan dan penegakan hak kekayaan intelektual. Namun, ketika sekian banyak sineas berkumpul dalam satu ruangan lalu satu per satu dipersilakan berbicara, isu yang telah disiapkan tersebut tak lagi menjadi pokok bahasan utama.

Nyatanya, ketika berbicara mengenai (persoalan) perfilman Indonesia, ada banyak hal selain isu pembajakan yang juga sama pentingnya untuk segera ditangani bersama. Dari sinilah awal mula rencana revisi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman mengemuka, sekaligus Panja (Panitia Kerja) Perfilman Komisi X DPR kemudian terbentuk.

Revisi Undang-undang

Sepuluh bulan kemudian, pada akhir April 2016, Panja Perfilman Komisi X DPR mengumumkan hasil kerjanya kepada publik. Salah satu sorotan Panja tertuju pada revisi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Dalam kesimpulannya, Panja dapat menerima usul revisi karena UU Perfilman memiliki beberapa kelemahan dalam pengaturan perlindungan dan penghormatan hak cipta film, pendidikan film, dan perlunya penguatan kelembagaan Badan Perfilman Indonesia (BPI).

Kesimpulan Panja menerima usul revisi UU Perfilman itu merupakan langkah baik sebab undang-undang tersebut memang impoten, tidak berdaya guna sama sekali, dan rumusannya tidak jelas. Kini, dua tahun sejak rencana revisi mengemuka, kabarnya revisi UU Perfilman ini sudah masuk dalam Prolegnas Perubahan, tapi belum ada tindak lanjut yang berarti. Kita masih harus mengawasi, dan jangan sampai lengah.

Insan perfilman perlu mengawal pekerjaan Panja Perfilman Komisi X baik melalui Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbang Film) Kemendikbud maupun melalui BPI yang baru saja memiliki susunan pengurus baru untuk periode 2017-2020.

Literasi Media

Menurut Undang-undang Perfilman, film ditangani oleh kementerian yang menangani kebudayaan (dalam hal ini Kemendikbud). Sementara regulasi mengenai perfilman masih terus digodok di DPR, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah soal pendidikan film.

Pendidikan film tak melulu mesti diartikan sebagai keharusan akan adanya lembaga, sekolah, atau institusi yang khusus mewadahi kegiatan mendidik dan mengajarkan pembuatan film secara profesional. Pihak-pihak swasta bisa bekerja jauh lebih efektif untuk mewujudkannya. Kemendikbud sebagai kepanjangan pemerintah tinggal mengakomodasi agar lembaga-lembaga pendidikan film dapat terlahir satu demi satu.

Dalam skala terkecil, ada hal lain yang tak kalah penting yang dapat dilakukan oleh Pusbang Film, BPI, atau pun Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), yakni bagaimana mengubah mindset agar kepercayaan atau rasa cinta masyarakat terhadap film Indonesia dapat diraih kembali dan tetap lestari. Hal itu penting karena soal pasar tak perlu dikhawatirkan lagi.

Kita memiliki potensi penonton yang luar biasa, dan mereka adalah berjuta-juta orang yang senang menonton. Masyarakat tidak bisa dipaksa untuk datang ke bioskop. Seruan seperti, "Ayo nonton film Indonesia!" praktis tidaklah efektif. Dalam mengupayakan agar film Indonesia terus mendapatkan dukungan, dan agar masyarakat melihat bahwa makin banyak film Indonesia dibuat dengan standar produksi yang mumpuni, diperlukan literasi media.

Literasi media berperan memperkenalkan apa sebenarnya film itu, bagaimana menonton sekaligus membaca film, mengapresiasi film, dan sebagainya. Kemendikbud bersama BPI dan Bekraf mestinya berperan aktif mewujudkannya.

Pada dasarnya film adalah produk industri. Masalahnya bukanlah tidak ada film bagus yang dibuat, melainkan sedikitnya jumlah orang yang menontonnya. Film bagus tidak dengan sendirinya laku. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh minimnya literasi media dan dukungan pemerintah yang juga minim terhadap dunia perfilman. Pemerintah perlu lebih memperhatikan peran penting film bagi kehidupan berbangsa.

Soal Tata Edar

Selain masalah-masalah di atas, persoalan tata edar film juga perlu diatur dengan mekanisme yang baik agar ada kepastian sebuah film mendapatkan layar dan diperlakukan secara adil oleh pasar. Ya, film-film Indonesia perlu mendapatkan kepastian jumlah layar dan diperlakukan secara adil oleh pasar.

Ada sekitar 218 bioskop dengan 939 layar (data per Maret 2015) dengan penyebaran yang tidak merata. Dari 34 provinsi, hanya 13 (52 kota) yang memiliki bioskop, sedangkan 21 provinsi sisanya (462 kabupaten/kotamadya) belum terjamah bioskop. Tren sepuluh tahun terakhir, ketika film nasional beranjak dari angka 10-20 judul per tahun hingga kini melebihi seratus judul per tahun, jumlah film impor yang beredar di bioskop tetap pada kisaran 200 judul per tahun.

Maka, dengan 939 layar yang tersedia, jumlah film impor tetap sama, tetapi produksi film nasional meningkat, tentu saja pasar film Indonesia menjadi semakin sempit! Hal-hal inilah, di antara sekian banyak persoalan, yang perlu dicamkan dan dijadikan rujukan revisi UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.

Mengingat Kemendikbud hanya memberikan satu alokasi Kasubdit yang menangani film, tidaklah berlebihan bila kita mengharapkan Mendikbud yang ditugasi menangani perfilman harus benar-benar terpanggil untuk menjawab segala persoalan perfilman ini. Kita perlu orang-orang yang memiliki keberanian dan integritas serta tidak berbasa-basi dalam mengurusi film.

Film adalah komoditas. Lihatlah Amerika dengan bisnis Hollywood-nya, atau lihatlah Tiongkok, mereka yang paling berhasil di dunia ini menjadikan film sebagai komoditas. Film yang pada mulanya adalah produk budaya kemudian menjadi produk ekonomi --lantas bagaimana siasat kita, bagaimana kita mau membagi fokus antara film sebagai produk budaya dan film sebagai produk ekonomi?

Sehubungan dengan revisi Undang-undang Perfilman, selain mengakomodasi berbagai tuntutan insan perfilman, kita juga perlu mengajukan pertanyaan ini: Apa target yang dapat kita realisasikan dalam waktu dekat, mana yang paling esensial untuk (kemajuan) industri perfilman Indonesia?

Shandy Gasella pengamat film

(mmu/mmu)

Comments

Popular posts from this blog

Seorang Pria Jatuh dari Lantai 5 Tunjungan Plaza 1 Surabaya

detiknews - Surabaya - Seorang pria tewas setelah jatuh dari lantai 5 Tunjungan Plaza (TP) 1. Belum diketahui identitas pria tersebut. "Kami mendapat laporan peristiwa itu pukul 21.30 WIB," ujar Kapolsek Tegalsari Kompol David Triyo Prasojo kepada wartawan di lokasi, Kamis (19/10/2017). David mengatakan, pria tersebut terjun dari lokasi parkir yang ada di lantai 5 TP 1. Pria tersebut ditemukan dalam keadaan telentang oleh saksi yakni security TP, Budi Harianto. Budi juga yang pertama kali mendengar ada suara benda jatuh yang ternyata adalah pria itu. Tidak ada darah di tempat pria itu jatuh. Diduga pria tersebut jatuh dengan kaki terlebih dahulu menyentuh tanah. Indikasi itu terlihat dari tulang pinggul pria itu yang patah. Selain itu mata kaki kanan dan siku tangan kiri juga patah. "Kami tak menemukan identitas pada diri pria tersebut," tandas David. (iwd/bdh)

Kebakaran Hutan Tewaskan 41 Orang, Mendagri Portugal Mundur

detiknews - Lisbon - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Portugal, Constanca Urbano de Sousa, mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri ini terkait kebakaran hutan yang melanda wilayah Portugal dalam beberapa bulan terakhir, termasuk kebakaran hutan terbaru yang menewaskan 41 orang. Seperti dilansir Reuters, Rabu (18/10/2017), ratusan titik api muncul di wilayah Portugal bagian utara dan tengah sejak Minggu (15/10) lalu. Sedikitnya 41 orang tewas akibat kebakaran hutan dahsyat yang terjadi setelah Portugal dilanda musim panas paling kering dalam 90 tahun terakhir. Kebakaran meluas dengan cepat karena adanya angin kencang dari Atlantik yang dibawa Badai Ophelia yang menerjang wilayah Inggris dan Irlandia, yang berada di utara Portugal. Petugas pemadam kebakaran kewalahan dalam memadamkan kobaran api. Demikian juga dengan petugas penyelamat yang berjibaku mengevakuasi warga. Pada Juni lalu, kebakaran hutan yang melanda Portugal menewaskan 64 orang. Jika ditotal, seti...

Ayo Berwisata ke Candi Arjuna Dieng, Gratis di Bulan Agustus

detiknews - banjarnegara - Ayo berwisata ke Candi Arjuna dan Museum Kaliasa di kawasan Dieng Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Selama bulan Agustus 2017 ini, berwisata di dua tempat itu tanpa dipungutkan biaya alias gratis. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara saat ini akan segera menghubungi semua biro wisata resmi mengenai kunjungan wisata ke Dieng melaluio Banjarnegara. Sebab ada rencana penutupan akses jalan Wonosobo-Dieng selama 25 hari sejak Kamis (10/8/2017) besok. Penutupan tersebut karena dilakukan pemasangan jembatan bailey di Desa Tieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Sebab, akses jalan satu-satunya dari Wonosobo ke Dieng di Desa Tieng mengalami longsor pada akhir tahun 2016 lalu. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara Dwi Suryanto mengatakan, pihaknya akan segera menghubungi semua biro wisata agar selama proses penutupan jalan Wonosobo-Dieng, akses jalan beralih menggunakan jalur Banjarnegara atau Batang bagi yang ...