
Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementrian Kelautan dan Perikanan, Widodo Sumiyanto, memaparkan DIY merupakan basis lalu lintas produk ikan segar. Setiap hari terdapat ekspor dari DIY ke Malaysia, Singapura dan negara-negara lain.
"Sayangnya, meski melewati DIY, ekspor ikan tidak menggunakan nama DIY, tetapi nama kota lain seperti Semarang, Surabaya dan Jakarta," kata Widodo Sumiyanto, pada seminar penanganan kasus penahanan produk perikanan di UIN Sunan Kalijaga, Sleman, Jumat (6/10/2017).
Potensi hasil ikan di DIY seperti di TPI Sadeng, Gunungkidul cukup besar, berupa tongkol, tuna, dan cakalang. Namun karena belum memiliki pabrik pengolahan yang standar melakukan ekspor maka tidak diperbolehkan melakukan ekspor sendiri.
Unit pengolahan ikan yang dipakai berada di Semarang dan Surabaya sehingga ekspor menggunakan nama basis dari asal unit pengolahan wilayah. Karena pengolahan dari Semarang maka yang tercatat ekspor adalah Semarang.
Pasar Ikan di Pantai Drini. (Foto: Muchus Budi R/detikcom)Menurutnya, apabila dapat diolah di DIY maka ikannya akan lebih segar karena mata rantai produksi lebih pendek dibanding jika dibawa ke kota lain terlebih dulu. Seperti di Sadeng jika memiliki unit pengolahan sendiri maka bisa langsung di ekspor ke Australia atau Singapura.
Kepala Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (KIPM) Kelas I DIY, Suprayogi, mencotohkan ikan asal DIY yang diekspor tetapi menggunakan nama kota lain diantaranya udang vaname yang dihasilkan dari Kulonprogo tetapi diekspor menggunakan nama dari Jawa Timur.
"Meski udang dari DIY tetapi diekspor dari Jawa Tiimur maka yang dapat nama dan PAD-nya adalah Jawa Timur. Di sini belum ada unit pengolahan ikan investornya, jadi hanya dilewati saja. Sebetulnya dirugikan padahal banyak sekali PAD," kata Suprayogi. (mbr/mbr)
Comments
Post a Comment