Skip to main content

Rohingya dan Solidaritas Kemanusiaan

detiknews - Jakarta - Saya pertama kali mendengar nama Rohingya di zaman kuliah, tahun 1990-an. Sejak itu masalah dan situasi di sana selalu menjadi perhatian saya. Konflik di sana sebenarnya sudah berlangsung jauh lebih lama dari kesadaran saya itu. Umur konfliknya sudah lebih dari 70 tahun, hampir sama dengan umur konflik di Palestina. Di zaman saya kuliah dulu hampir tidak ada keramaian yang menyoroti soal Rohingya. Palestina yang lebih jauh letaknya dari negeri kita mendapat perhatian lebih banyak.

Perhatian orang terhadap suatu masalah tidak pernah terlepas dari peran media. Palestina mendapat perhatian lebih luas karena media internasional meliputnya lebih banyak. Rohingya mendapat liputan, tapi tidak sangat luas. Perhatian kita pada Rohingya lebih banyak saat konflik di Palestina agak "sepi".

Kenapa kita peduli pada Rohingya? Kebanyakan orang Indonesia akan menjawab, karena mereka muslim. Tapi, apakah itu satu-satunya alasan bagi perhatian kita? Tidak. Ada faktor lain, yaitu soal siapa yang menzalimi mereka. Pihak yang menzalimi mereka adalah pemerintah Myanmar, yang Budha, bukan muslim.

Pernahkah ada perhatian besar terhadap Yaman ketika jet-jet tempur Saudi memborbardir kelompok pemberontak, menewaskan banyak orang, termasuk perempuan dan anak-anak? Nyaris tidak ada. Apakah karena Yaman bukan muslim? Bukan begitu. Karena yang menzalimi adalah pihak muslim juga.

Kenapa bisa seperti itu? Ada soal yang mengkhawatirkan saya soal ini. Coba kita perhatikan ke arah mana kecaman-kecaman yang muncul dalam kasus Myanmar ini? Ke umat Buddha. Tak hanya Buddha Myanmar, tapi Buddha secara keseluruhan. Bahkah menjurus ke umat Buddha Indonesia.

Ada orang-orang yang punya kebutuhan untuk mengecam pihak lain. Mereka mendapat kenikmatan dengan mengecam. Kasus Rohingya memberi kesempatan untuk mengecam. Sedangkan kasus Yaman tidak memberi kesempatan itu, karena pihak yang menzalimi juga dari kalangan muslim, yang tak mungkin dikecam. Jadi, bagi sekelompok orang, Rohingya ini sebenarnya bukan soal solidaritas kepada korban, tapi soal pemenuhan kebutuhan untuk mengecam.

Bagi politikus, ini kesempatan untuk naik ke panggung dan dapat perhatian. Ini kesempatan untuk menguatkan citra sebagai pejuang muslim, dan memburukkan citra pihak lawan, dengan menuduh mereka tidak peduli pada Rohingya.

Ada pula orang-orang yang menjadikan kasus Rohingya ini sebagai pembenaran terhadap kezaliman mereka. Mereka berbuat zalim, dan itu salah. Tapi, mereka membenarkannya dengan dalih bahwa ada kezaliman yang lebih keji, yaitu di Myanmar. Dibandingkan dengan itu, maka kezaliman mereka masih termasuk ringan. Jadi pihak yang dizalimi tidak boleh mengeluh.

Jadi, bagaimana seharusnya kasus Rohingya dilihat? Ini adalah soal kezaliman. Kita harus menentang kezaliman, dan bersimpati pada korbannya. Itu berlaku umum, tidak peduli siapa pelaku maupun korban. Artinya, kalau kebetulan pelaku kezaliman adalah pihak dengan identitas yang sama dengan kita, maka kita pun harus menentangnya.

Demikian pula jika korbannya bukan orang-orang yang beridentitas sama dengan kita, maka kita pun harus bersimpati. Karena ini memang soal kezaliman, bukan soal pihak-pihak. Ini soal kemanusiaan dan kebaikan. Dalam soal kebaikan, manusia tidak boleh disekat-sekat. Tidak boleh ada sekat yang dapat membatasi kebaikan. Agama seharusnya membongkar sekat-sekat itu, bukan justru membangunnya. Dengan begitu perhatian kita akan merata.

Yaman dan Sudan juga menjadi perhatian kita, karena di sana juga ada kezaliman. Ini soal yang sebenarnya sangat sederhana. Kalau kita menemukan orang yang sedang sekarat, secara manusiawi kita akan tergerak menolong, tanpa perlu bertanya dulu apa agama dia. Simpati kita juga tidak boleh berkurang, ketika tahu bahwa dia bukan orang yang segolongan dengan kita. Bila itu terjadi, maka kita sedang mengingkari kemanusiaan kita.

Demikian pula soal korban konflik. Perhatian dan solidaritas kita tidak boleh dibatasi dan dipenjara oleh identitas-identitas. Dalam kasus Rohingya, kita bersimpati dan membantu mereka semata karena mereka manusia. Itulah identitas kita yang paling universal. Kemanusiaan.

Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia

(mmu/mmu)

Comments

Popular posts from this blog

Pria yang Jatuh dari Lantai 5 Tunjungan Plaza 1 Diduga Bunuh Diri

detiknews - Surabaya - Seorang pria tewas setelah terjatuh dari lantai 5 Tunjungan Plaza (TP) 1 Surabaya. Pria yang identitasnya belum diketahui itu diduga bunuh diri. "Korban diduga bunuh diri," ujar Kapolsek Tegalsari Kompol David Triyo Prasojo kepada wartawan di lokasi, Kamis (19/10/2017). Bunuh diri menjadi dugaan karena tidak ada saksi mata yang mengetahui langsung pria tersebut meloncat dari lantai atas. Security TP, Budi Harianto, hanya mendengar suara benda jatuh yang ternyata adalah tubuh pria itu. Dari informasi yang dihimpun, indikasi bahwa kejadian tersebut merupakan bunuh diri adalah ditemukannya sepasang sandal di parkiran lantai 5 TP 1. Dari lokasi parkir itulah pria tersebut terjun bebas. Dan diduga sandal tersebut adalah sandal pria itu. Indikasi lainnya adalah telapak kaki pria itu berwarna putih saat ditemukan. Warna putih itu diduga adalah kapur atau cat kering. Diduga pria itu sempat memanjat tembok atau pagar di lantai atas TP 1 sebelum melakuk

Seorang Pria Jatuh dari Lantai 5 Tunjungan Plaza 1 Surabaya

detiknews - Surabaya - Seorang pria tewas setelah jatuh dari lantai 5 Tunjungan Plaza (TP) 1. Belum diketahui identitas pria tersebut. "Kami mendapat laporan peristiwa itu pukul 21.30 WIB," ujar Kapolsek Tegalsari Kompol David Triyo Prasojo kepada wartawan di lokasi, Kamis (19/10/2017). David mengatakan, pria tersebut terjun dari lokasi parkir yang ada di lantai 5 TP 1. Pria tersebut ditemukan dalam keadaan telentang oleh saksi yakni security TP, Budi Harianto. Budi juga yang pertama kali mendengar ada suara benda jatuh yang ternyata adalah pria itu. Tidak ada darah di tempat pria itu jatuh. Diduga pria tersebut jatuh dengan kaki terlebih dahulu menyentuh tanah. Indikasi itu terlihat dari tulang pinggul pria itu yang patah. Selain itu mata kaki kanan dan siku tangan kiri juga patah. "Kami tak menemukan identitas pada diri pria tersebut," tandas David. (iwd/bdh)

Pasangan Khofifah Diumumkan November Mendatang

detiknews - Surabaya - Calon pasangan bakal calon gubenur Jatim Khofifah Indar Parawansa akan diketahui pertengan Bulan November 2017. Sudah ada 8 nama yang salah satunya akan dipilih untuk mendampingi Khofifah. "Kita tidak boleh tergesa-gesa dan lambat. Kalau tergesa-gesa itu dari syaiton (setan) hasilnya. Tapi kalau lambat, juga tidak boleh.," jelas KH. Asep Syaifuddin Chalim kepada wartawan usai pertemuan kiai-kiai yang tergabung tim 17 di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Wonocolo, Surabaya, Kamis (19/10/2017) malam. Tim 17 malam yang diikuti KH. Sholahudin Wahid, KH. Asep Syaifuddin Chalim, KH. Hisyam Safaat, KH. Suyuti Toha, KH. Yusuf Nuris, KH. Afifudin Muhajir, KH. Mas Mansur, KH. Mutam Muchtar, KH. Yazid Karimullah, KH. Wahid Badrus, Choirul Anam, dan yang lainnya ini mengadakan pertemuan untuk menjaring 8 nama bakal calon Wakil Gubernur Jawa Timur untuk Khofifah. Kiai Asep merahasiakan nama delapan nama yang terdiri dari unsur birokrasi,