Skip to main content

Hoax Mewakili Kepercayaan

detiknews - Jakarta - Kita sering gemas melihat hoax terus beredar, meski sudah berulang kali dibantah dan dijelaskan. Hoax soal korban kekejian terhadap orang-orang Rohingya, misalnya, entah sudah berapa tahun beredar, dan terus beredar. Bantahan dan penjelasan tak membuatnya berhenti beredar.

Kekejian di Myanmar bukanlah hoax. Itu kejadian nyata. Tanpa kabar maupun gambar hoax kita bisa bersimpati pada penderitaan orang-orang Rohingya itu. Tapi, ada banyak orang yang tidak menginginkan sekadar simpati. Mereka menginginkan histeria. Bahkan mungkin ada sekelompok manusia yang sebenarnya tak punya simpati. Yang penting ada histeria.

Media sosial adalah lahan subur bagi histeria. Di media sosial orang-orang lebih banyak terhubung oleh resonansi rasa dan kepercayaan (belief) ketimbang oleh hal-hal lain. Ada ratusan ribu, bahkan jutaan orang yang mempercayai hal yang sama. Mereka butuh sesuatu untuk histeris bersama. Media sosial dengan kekuatan visualisasinya menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan itu.

Maka ketika ada sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan itu, orang-orang tak perlu lagi memeriksa kebenarannya. Bagi mereka kebenaran sudah pasti. Yang diperlukan hanyalah "perayaannya".

Orang-orang itu juga terhubung oleh harapan yang sama. Harapan yang lagi-lagi tidak memerlukan konfirmasi soal mungkin atau tidaknya. Karena itu tak penting. Yang penting adalah visualisasi tentang harapan itu. Maka orang tak perlu berpikir panjang untuk menalar bahwa tidak mungkin pemerintah RI mengirim pasukan ke Myanmar untuk menyelamatkan orang-orang Rohingya. Foto sejumlah anggota TNI bersenjata dengan keterangan bahwa itu pasukan yang akan dikirim ke Myanmar mewakili harapan banyak orang. Karena itu segera menjadi viral.

Histeria menjadi gegap gempita bila menyangkut dua hal, yaitu politik dan agama. Puncaknya tentu saja ada pada politisasi agama. Rohingya terkait dengan puncak itu. Dalam hal kita, ini bukan soal bagaimana agama-agama di Myanmar sana berinteraksi di kancah politik. Dalam konteks politik kita, ini soal mengklaim diri sebagai yang paling peduli soal umat Islam. Klaim yang juga memerlukan tuduhan bahwa pihak sana tidak peduli, atau bahkan musuh Islam.

Hoax diproduksi oleh orang-orang yang percaya. Ya, mereka percaya dengan yang mereka produksi itu. Hoax adalah realisasi atau visualisasi dari apa yang mereka percaya. Atau, hoax diproduksi oleh orang-orang yang paham betul soal apa yang dipercayai oleh banyak orang. Mereka tahu apa yang bisa membuat orang-orang histeris. Ini tidak sulit bagi yang paham seluk beluk komunikasi dan agitasi politik. Mereka paham bahwa sesuatu yang terus diulang akan diterima sebagai kebenaran. Atau, mereka mempercayai sesuatu sebagai kebenaran, dan karena itu mereka terus menyebarnya berulang-ulang.

Jadi, memberantas hoax bukan soal menghadirkan fakta. Fakta bisa dengan mudah dijungkirbalikkan dengan tuduhan hoax. Ini karena kita berhadapan dengan sistem kepercayaan (belief system), yang punya mekanisme pertahanan diri. Salah satu metode bertahan itu adalah dengan menganggap informasi yang disampaikan pihak sana adalah informasi palsu yang sengaja dibuat untuk menggoyahkan sistem kepercayaan yang dianut. Karena itu, penjelasan dengan menghadirkan fakta bukanlah cara efektif untuk memberantas hoax. Kita akan selalu melihat orang yang sudah bertahun-tahun dibantah tetap beredar dan dipercaya.

Sistem kepercayaan bisa lebih kuat dari nalar. Ada sejumlah orang yang terdidik, yang dalam kesehariannya bekerja dengan mekanisme pikir rasional, tapi tetap percaya hoax. Kenapa? Karena hoax yang ia percayai itu berada dalam wilayah di mana sistem kepercayaannya bekerja dominan. Di situ sistem pikir rasionalnya memang sudah ia matikan.

Dengan karakter itu, memberantas hoax akan lebih efektif bisa sumber serta simpul-simpul penyebarannya diputus. Jaringannya diberangus. Artinya, kita hanya bisa mencegah beredarnya informasi palsu. Kita tidak bisa mengubah orang-orang yang percaya padanya. Jaringan itu sendiri tidak mudah untuk diberangus, karena ia juga punya sistem pemulihan sendiri. Tapi bila terus dikejar secara sistematis, akan diperoleh hasil yang memadai.

Kerja polisi yang membekuk jaringan Saracen dan simpul-simpul jaringannya harus kita hargai. Semoga ini terus berlanjut dengan penindakan yang lebih nyata hingga berkekuatan hukum tetap, sehingga efeknya akan membuat penyebar hoax berpikir lebih panjang sebelum melaksanakan aksinya.

Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia

(mmu/mmu)

Comments

Popular posts from this blog

Pria yang Jatuh dari Lantai 5 Tunjungan Plaza 1 Diduga Bunuh Diri

detiknews - Surabaya - Seorang pria tewas setelah terjatuh dari lantai 5 Tunjungan Plaza (TP) 1 Surabaya. Pria yang identitasnya belum diketahui itu diduga bunuh diri. "Korban diduga bunuh diri," ujar Kapolsek Tegalsari Kompol David Triyo Prasojo kepada wartawan di lokasi, Kamis (19/10/2017). Bunuh diri menjadi dugaan karena tidak ada saksi mata yang mengetahui langsung pria tersebut meloncat dari lantai atas. Security TP, Budi Harianto, hanya mendengar suara benda jatuh yang ternyata adalah tubuh pria itu. Dari informasi yang dihimpun, indikasi bahwa kejadian tersebut merupakan bunuh diri adalah ditemukannya sepasang sandal di parkiran lantai 5 TP 1. Dari lokasi parkir itulah pria tersebut terjun bebas. Dan diduga sandal tersebut adalah sandal pria itu. Indikasi lainnya adalah telapak kaki pria itu berwarna putih saat ditemukan. Warna putih itu diduga adalah kapur atau cat kering. Diduga pria itu sempat memanjat tembok atau pagar di lantai atas TP 1 sebelum melakuk

Seorang Pria Jatuh dari Lantai 5 Tunjungan Plaza 1 Surabaya

detiknews - Surabaya - Seorang pria tewas setelah jatuh dari lantai 5 Tunjungan Plaza (TP) 1. Belum diketahui identitas pria tersebut. "Kami mendapat laporan peristiwa itu pukul 21.30 WIB," ujar Kapolsek Tegalsari Kompol David Triyo Prasojo kepada wartawan di lokasi, Kamis (19/10/2017). David mengatakan, pria tersebut terjun dari lokasi parkir yang ada di lantai 5 TP 1. Pria tersebut ditemukan dalam keadaan telentang oleh saksi yakni security TP, Budi Harianto. Budi juga yang pertama kali mendengar ada suara benda jatuh yang ternyata adalah pria itu. Tidak ada darah di tempat pria itu jatuh. Diduga pria tersebut jatuh dengan kaki terlebih dahulu menyentuh tanah. Indikasi itu terlihat dari tulang pinggul pria itu yang patah. Selain itu mata kaki kanan dan siku tangan kiri juga patah. "Kami tak menemukan identitas pada diri pria tersebut," tandas David. (iwd/bdh)

Pasangan Khofifah Diumumkan November Mendatang

detiknews - Surabaya - Calon pasangan bakal calon gubenur Jatim Khofifah Indar Parawansa akan diketahui pertengan Bulan November 2017. Sudah ada 8 nama yang salah satunya akan dipilih untuk mendampingi Khofifah. "Kita tidak boleh tergesa-gesa dan lambat. Kalau tergesa-gesa itu dari syaiton (setan) hasilnya. Tapi kalau lambat, juga tidak boleh.," jelas KH. Asep Syaifuddin Chalim kepada wartawan usai pertemuan kiai-kiai yang tergabung tim 17 di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Wonocolo, Surabaya, Kamis (19/10/2017) malam. Tim 17 malam yang diikuti KH. Sholahudin Wahid, KH. Asep Syaifuddin Chalim, KH. Hisyam Safaat, KH. Suyuti Toha, KH. Yusuf Nuris, KH. Afifudin Muhajir, KH. Mas Mansur, KH. Mutam Muchtar, KH. Yazid Karimullah, KH. Wahid Badrus, Choirul Anam, dan yang lainnya ini mengadakan pertemuan untuk menjaring 8 nama bakal calon Wakil Gubernur Jawa Timur untuk Khofifah. Kiai Asep merahasiakan nama delapan nama yang terdiri dari unsur birokrasi,